Jenis-jenis Pajak di Indonesia yang Harus Anda Tahu!

Pajak memiliki perenan yang penting dalam membangun suatu bangsa. Pajak membiayai semua pengeluaran negara dan pembangunan infrastruktur yang bertujuan mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Pajak didapatkan dari rakyat dan dikembalikan lagi kepada rakyat.

Pengembalian tersebut dapat bermacam-macam, seperti jalan raya, layanan kesehatan seperti puskesmas, fasilitas umum seperti trotoar, subsidi BBM, aparat kepolisian dan masih banyak lagi. Jenis-jenis pajak di Indonesia juga beragam, kali ini saya akan menjelaskannya satu per satu disini.

Jenis pajak di Indonesia dibagi menjadi:

A. Pajak pusat
Yaitu pajak-pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat, sebagian besar melalui Direktorat Jendral Pajak (DJP) dan unit lain dibawahnya.

Baca Juga: Menguak Sejarah Berdirinya Toyota, Produsen Mobil Jepang Yang Mendunia

B. Pajak Daerah
Pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang diadministrasikan oleh Badan/Dinas Pendapatan Daerah setempat (setiap kota/kabupaten memiliki nama yang beragam).

A. Pajak pusat yang dikelola oleh DJP dibagi menjadi 5, yaitu:

1. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Selain terkena PPN, penjualan barang juga bisa terkena pajak PPNBM jika barang yang dijual tergolong barang mewah. Barang yang tergolong mewah tersebut memenuhi kriteria sebagai berikut:
  • Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status
  • Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat
  • Pada umunya barang tersebut dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi
  • Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok
  • Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
2. Bea Materai (BM)
Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat sejumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.

Anda pernah membeli materai tempel 6000 di kantor pos atau di tempat fotokopi? Apabila pernah, ternyata kita bersentuhan langsung dengan benda materai yang disahkan penggunannya oleh negara.

Cara pelunasan BM ada dua, yaitu:
  1. Pertama dengan cara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan (mesin teraan materai, teknologi percetakan dan sistem komputerisasi)
  2. Kedua, Benda Materai (materai tempel dan kertas materai)
Dokumen yang terutang Bea Materai

Baca Juga: 10 Cara Memulai Bisnis Kuliner Dengan Modal Kecil

Dokumen yang dikenakan Bea Materai adalah dokumen yang berbentuk:

No
Dokumen yang dikenakan Bea materai
Besaran Bea Materai
1.
Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep
Jika harga nominal:

Sampai dengan Rp250.000, maka tidak dikenakan Bea Meterai;
lebih dari Rp250.000 sampai dengan Rp1.000.000, maka dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp3.000;
lebih dari Rp1.000.000, maka dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp6.000
*Catatan: Jika harga nominal dinyatakan dalam mata uang asing, maka harga nominal harus dikalikan dengan Kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat dokumen dibuat. (Penjelasan Pasal 1 huruf (d) dan (e) PP 24 Tahun 2000).

2.
Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, yaitu:

Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan,
surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai, berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula.

Dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp6.000

*Catatan: Jika dokumen awalnya tidak terutang Bea Meterai, tetapi kemudian dokumen tersebut digunakan untuk alat pembuktian di pengadilan, maka atas dokumen tersebut harus dilakukan pemateraian kemudian.
3.
Cek, Bilyet, Giro
Dikenakan Bea Materai dengan tarif Rp3.000

4.
Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun
Jika harga nominal:

Sampai dengan Rp1.000.000, dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp3.000;
lebih dari Rp1.000.000, dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp6.000

5.
Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif
Jika harga nominal:

Sampai dengan Rp1.000.000, dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp3.000;
lebih dari Rp1.000.000, dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp6.000

6.
Surat perjanjian dan surat-surat lainnya (surat kuasa, surat hibah, dan surat pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata

Dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp6.000
7.
Akta-akta Notaris termasuk salinannya
Dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp6.000

8.
Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya

Dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp6.000
9.
Surat yang memuat jumlah uang, yaitu:
  • Yang menyebutkan penerimaan uang;
  • Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank
  • Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank; atau
  • Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan.

Jika harga nominal:

  • Sampai dengan Rp250.000, maka tidak dikenakan Bea Meterai;
  • Lebih dari Rp250.000 sampai dengan Rp1.000.000, maka dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp3.000;
  • Lebih dari Rp1.000.000, maka dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp6.000

 *Catatan: Jika harga nominal dinyatakan dalam mata uang asing, maka harga nominal harus dikalikan dengan Kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat dokumen dibuat. (Penjelasan Pasal 1 huruf (d) dan (e) PP 24 Tahun 2000)


3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3
Objek PBB adalah bumi dan bangunan dimana pengertian bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah atau perairan.

PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan, pemanfaatan dan penguasaan atas tanah dan bangunan.

Adapun yang bukan termasuk objek PBB antara lain:
  • Digunakan untuk perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
  • Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh menteri keuangan
  • Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang nyata-nyata tidak dimasukkan untuk memperoleh keuntungan.
  • Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu.
  • Merupakan hutang lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.

Sebenarnya terdapat 5 (lima) sektor pajak dalam lingkup PBB, yaitu sektor pedesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan dan perhutanan.

Namun berdasarkan Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) mulai 1 Januari 2014. PBB Perdesaan dan Perkotaan (sektor P2) telah menjadi Pajak Daerah.

Sedangkan untuk PBB perkebunan, pertambangan (sektor P3) masih tetap merupakan pajak pusat. Adapun pembahasan mengenai sektor P3, akan disampaikan di lain kesempatan.

4. Pajak Penghasilan (PPh)
Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan dana dan dalam bentuk apapun.

PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak.

Adapun jenis-jenis PPh antara lain PPh pasal 15, PPh pasal 19, PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 24, PPh pasal 25, PPh pasal 26, PPh pasal 29 dan PPh Final Pasal 4 ayat 2.

Dengan demikian, maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.

5. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Orang pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi barang kena pajak atau jasa kena pajak akan dikenakan PPN.

PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang kena pajak atau jasa kena pajak di dalam Daerah Pabean (dalam wilayah Indonesia). 

Pada dasarnya setiap barang dan jasa adalah barang kena pajak atau jasa kena pajak, kecuali ditentukan oleh undang-undang PPN.

Mekanisme PPN di Indonesia :

Secara teknis, mekanisme yang berlaku terhadap PPN di Indonesia adalah sebagai berikut:
  • Untuk setiap masa pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Dan sebaliknya, apabila jumlah Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka selisih tersebut dapat di kompensasi ke masa pajak berikutnya. Restitusi hanya dapat diajukan pada akhir tahun buku. Hanya PKP yang disebutkan dalam Pasal 9 ayat (4b) UU No. 42 Tahun 2009 saja yang dapat mengajukan restitusi untuk setiap Masa Pajak.
  • Pengusaha Kena Pajak di atas wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN) setiap bulan ke Kantor Pelayanan Pajak terkait paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
  • Pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) wajib memungut PPN dari pembeli/penerima BKP/JKP yang bersangkutan sebesar 105 dari Harga Jual atau penggantian dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutannya.
  • PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi PKP Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar (utang pajak).
  • Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan PPN, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang sifatnya sebagai pajak yang dibayar di muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya.

B. Pajak-pajak yang Dipungut oleh Pemerintah Daerah
Terdapat beberapa jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten/kota, sebagai berikut:

Lembaga Pemungut Pajak Tingkat Pemerintah Daerah
Jenis Pajak
  • Pajak Provinsi

  • Pajak Kendaraan Bermotor
  • Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
  • Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor
  • Pajak Air Permukaan
  • Pajak Rokok

  • Pajak Kabupaten/Kota

  • Pajak Hotel
  • Pajak Restoran
  • Pajak Hiburan
  • Pajak Reklame
  • Pajak Penerangan Jalan
  • Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
  • Pajak Parkir
  • Pajak Air Tanah
  • Pajak Sarang Burung Walet
  • Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan
  • Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB)
  • Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan


Jangan Hanya Bayar Pajak, Ketahui dan Pahami Jenisnya!
Berdasarkan kewenangan pemungutannya, pemanfaatan pajak pusat adalah dialokasikan untuk seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan pajak daerah diperuntukkan sesuai kebutuhan kabupaten/kota yang bersangkutan.

Itulah sebabnya mengapa aturan pajak daerah berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya, Anda dapat mengkaji secara mandiri Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Semua jenis pajak tersebut, pada praktiknya bisa dibagi lagi ke dalam beberapa jenis, tergantung penerapannya terhadap kondisi di lapangan.

Nah, sebagai warga negara yang baik apalagi sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sudah sepantasnya kita mempunyai wawasan dan pengetahuan mengenai aspek-aspek perpajakan di Indonesia, mulai dari cara menghitung, menyetor dan melapor.

Referensi:
https://www.finansialku.com/mengenal-jenis-jenis-pajak-di-indonesia/